Berita Terkini - Kasus pertama perempuan terlibat radikalisme di Singapura
terjadi. Terduga pun langsung diamankan oleh pihak berwenang.
"Singapura menangkap perempuan pertama di negaranya
yang ditahan karena radikalisme di bawah peraturan Internal Security Act
(ISA)," kata Kementerian Dalam Negeri (MHA) setempat yang dikutip dari
Channel News Asia. Senin 12/6/2017.
Wanita itu diidentifikasi sebagai Syaikhah Izzah Zahrah Al
Ansari, seorang asisten perawat bayi yang terikat kontrak dengan PCF (PAP
Community Foundation) Sparkletots. Ia ditahan pada Juni tahun ini.
"Radikalisasinya dimulai pada 2013, melalui propaganda
secara online terkait dengan kelompok teroris ISIS," kata pihak
Kementerian Dalam Negeri.
"Dia mulai percaya bahwa ISIS mewakili semangat sejati
Islam. Radikalisasinya kian mendalam dari waktu ke waktu."
"Hal ini diperburuk oleh jaringan kontak asing yang ia
kembangkan secara online. Mereka termasuk militan dan pendukung ISIS, beberapa
di antaranya terbunuh atau ditangkap di Suriah untuk kegiatan terkait dengan
terorisme."
Sejak 2014, Izzah aktif mengunggah dan berbagi materi
pro-ISIS secara online. Beberapa platform media sosial telah dihapus oleh
administrator karena konten tersebut, tetapi dia terus menciptakan yang baru.
Kementerian mengatakan Izzah juga berniat bergabung ISIS dan
aktif merencanakan perjalanan ke Suriah dengan anaknya yang masih muda.
"Dia mendukung ISIS menggunakan kekerasan untuk
membangun dan mempertahankan 'khilafah', dan bercita-cita untuk hidup dengan
cara itu," ungkap siaran pers kementerian.
"Ia mengatakan bahwa sejak tahun 2015, mencari 'Salafi
atau ISIS' untuk menikah dan menetap bersama anaknya di Suriah."
"Dia bilang dia akan mendukung suaminya yang berjuang
untuk ISIS di Suriah karena yakin akan menuai 'imbalan surgawi' jika meninggal
dalam pertempuran. Dengan status 'janda martir', dia merasa bisa dengan mudah
menikah lagi dengan militan ISIS di Suriah."
MHA menambahkan, Izzah juga mengatakan, ia siap untuk
menjalani pelatihan militer dan terlibat dalam pertempuran bersenjata untuk
membela ISIS jika dipanggil oleh kelompok teroris itu.
Adik dan orangtua Izzah--keduanya guru lepas membaca
Alquran--baru mengetahui unggahan radikal dan niat bergabung ISIS di Suriah
pada 2015. Mereka tidak memberitahukan aparat dan mencoba mencegahnya secara
mandiri, tetapi tak berhasil.
Dalam siaran persnya, Kementerian Luar Negeri Singapura juga
menegaskan pentingnya anggota keluarga dan teman-teman untuk membiarkan pihak
berwenang tahu siapa saja yang mereka duga terkait paham radikal atau
merencanakan serangan teror.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar